Tuesday, 24 April 2018

Hai Anggota DPR, Tirulah Library of Congress
Tirto.id - Alkisah, pada suatu malam bulan Juni 1790, Thomas Jefferson menjadi tuan rumah pesta makan malam yang kelak jadi bagian penting dalam sejarah Amerika Serikat (AS). 

Di malam itu, lewat kesepakatan antara dirinya dan James Madison serta Alexander Hamilton (ketiganya termasuk founding father AS), diputuskan bahwa ibu kota bakal dipindah dari Philadelphia ke Washington, distrik baru sumbangan negara bagian Maryland dan Virginia yang terletak di sepanjang Sungai Potomac. 

Sejak kesepakatan itu, infrastruktur pendukung mulai dibangun, termasuk US Capitol yang dirancang sebagai kantor Kongres. Di sana juga didirikan ruang khusus untuk difungsikan sebagai perpustakaan. 

Perpustakaan ini dinamakan Library of Congress, atau yang kini juga dikenal sebagai perpustakaan nasional AS. 



Sebagaimana namanya, Library of Congress didirikan untuk melayani kebutuhan informasi para anggota Kongres. Dalam kajian ilmu perpustakaan, bibliotek dengan pengguna spesifik ini masuk dalam kategori "perpustakaan khusus". 

Karena didirikan bersamaan dengan keputusan untuk memindahkan ibu kota, Library of Congress disebut sebagai "institusi kultural tertua" di Washington. 

Mengapa perpustakaan yang didirikan pertama kali di luar institusi pemerintahan? Kenapa bukan yang lain? 

Sebab, sebagaimana ditulis di situs resmi Library of Congress, "sebagian besar anggota Kongres AS, yang bertemu pertama di New York City dan Philadelphia [adalah] pembaca yang rajin." 

Selain itu, "di kedua kota itu [New York City dan Philadephia] mereka memiliki akses ke perpustakaan yang cukup besar: New York Society Library and the Free Library of Philadelphia." Privilese itu yang ingin dipertahankan. 

Keputusan resmi pemindahan ibu kota dan pendirian perpustakaan ini, setelah beberapa infrastruktur telah berdiri, tertuang dalam The Act of Congress yang diteken pada 24 April 1800, tepat hari ini 218 tahun lalu, oleh John Adams, ketika itu menjabat sebagai Presiden ke-2 AS. 

Bersamaan dengan perintah pendirian perpustakaan, John Adams juga setuju untuk mengalokasikan dana sebesar US$5.000 untuk membeli buku-buku. 

Ada 740 volume buku dan beberapa peta yang dibeli dari Inggris. Koleksi pertama ini datang pada 1801. 

Thomas Jefferson, Pendiri Spiritual Library of Congress

Meski John Adams yang memerintahkan pendirian perpustakaan sekaligus menyetujui anggaran untuk pengadaan koleksi pertama, namun Thomas Jefferson lah orang lebih berjasa dalam mengembangkan perpustakaan ini. 

Jefferson adalah pengganti John Adams. Ia menjabat presiden ke-3 AS sejak 4 Maret 1801. 

John Y. Cole dalam The Library's Jeffersonian Legacy mengatakan, Jefferson sebetulnya adalah "pendiri spiritual" Library of Congress. 

Suatu ketika, Jefferson pernah bilang: "warga yang berpengetahuan adalah jantung dari demokrasi yang dinamis." Ia menganggap perpustakaan adalah bagian sentral bagi pembangunan bangsa dan demokrasi yang sehat. Oleh karena itu Kongres harus dapat asupan informasi dan pengetahuan yang memadai dari sana. 

Salah satu kebijakan penting yang ia ambil, sekaligus menjadi tonggak penting dimulainya hubungan erat antara presiden AS dan perpustakaan, adalah menunjuk langsung orang untuk mengelola perpustakaan itu. Jefferson mengangkat John J. Beckley (aktif pada 1802-1807) sebagai pengelolanya. John sekaligus menjadi pustakawan Library of Congress yang pertama.

Sepanjang menjabat, Jefferson juga kerap merekomendasikan buku-buku yang menurutnya bagus agar dibeli. 

Pada 1890, sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa-jasa bapak bangsa AS ini, pemerintah mendirikan Thomas Jefferson Building—juga dikenal dengan Main Building—bangunan tertua dari tiga gedung Library of Congress. 

Francis D. Cogliano dalam Thomas Jefferson: Reputation and Legacy (2006) menggambarkan bahwa pria yang punya lebih dari 180 budak ini memang orang yang gemar membaca. Ia punya tiga perpustakaan pribadi. 

"Pertama, terdiri dari tiga sampai empat ratus volume, yang dilalap api pada 1770. Kedua, yang segera dibangun setelah kebakaran, mungkin perpustakaan pribadi yang paling penting di abad ke-18, yang terdiri atas lebih dari 4.900 judul dan 6.700 volume [...] Akhirnya, antara 1815 dan kematiannya di 1826, Jefferson mengakuisisi perpustakaan ketiga" (hlm 20). 

Koleksi pada perpustakaan kedua itulah yang kemudian jadi koleksi inti Library of Congress. 

Ceritanya, pada tahun 1814, ketika Jefferson sudah pensiun (ia tak lagi jadi presiden sejak 4 Maret 1809), pasukan Inggris menginvasi Washington. Mereka menghancurkan Capitol, termasuk Library of Congress. Tak ada yang tersisa. Perpustakaan harus dimulai dari nol lagi ketika pasukan Inggris minggat. 

Di sini Jefferson hadir. Ia menawarkan pemerintah untuk membeli seluruh koleksi perpustakaannya. Setahun kemudian, Kongres menyetujuinya. 

Menjadi Perpustakaan Nasional

Pembelian tersebut sekaligus mengubah wajah Library of Congress. Tidak seperti koleksi lama yang sebagian besar berisi buku-buku soal pemerintahan/politik, apa yang dimiliki Jefferson lebih luas dari itu. Koleksi buku Jefferson juga meliputi tema-tema terkait tanaman, binatang, hingga sejarah kuno. 

Perubahan terbesar adalah sifat perpustakaan itu. Jika sebelumnya Library of Congress merupakan perpustakaan khusus yang hanya melayani para anggota Kongres—yang sebetulnya juga tidak begitu efektif karena hanya sedikit legislator yang memanfaatkannya. Dengan koleksi yang semakin beragam ini, sebetulnya mereka sedang bertransformasi menjadi perpustakaan umum yang dapat memenuhi kebutuhan informasi semua orang, meski belum resmi diakui.

Lima puluh tahun kemudian, barulah Ainsworth Rand Spofford, pustakawan Library of Congress dari 1864 hingga 1897, yang sukses merealisasikan itu. 

Dalam catatan John Y. Cole di buku The Library of Congress: A Documentary History (1987), Ainsworth "berhasil meyakinkan dulu Komite Perpustakaan dan kemudian Kongres itu sendiri bahwa Library of Congress harus menjadi perpustakaan nasional" (hlm. 6) 

Perpustakaan nasional, bagi Ainsworth, adalah akumulasi komprehensif dari produk intelektual suatu bangsa. 

Pemikiran ini kemudian ia ejawantahkan dalam beberapa kebijakan. Di antaranya adalah menambah jam operasional perpustakaan dan memperbanyak koleksi soal AS, terutama terkait kebudayaan dan kesusastraan. Hanya butuh tiga tahun baginya untuk menjadikan Library of Congress sebagai perpustakaan terbesar se-AS. 

Sebagai gambaran, pada 1876, perpustakaan ini hanya punya 300 ribu buku. Tapi pada 1897, koleksinya sudah bertambah jadi 840 ribu. Tiga puluh persen di antaranya adalah buku wajib simpan dari penerbit di seantero AS. 

Pada tahun terakhir masa jabatan Ainsworth, bangunan perpustakaan akhirnya dipisah dari kantor Kongres. Bangunan barunya terletak di sebelah timur alun-alun Capitol. Sejak saat itu, Library of Congress menempati gedung yang lebih megah. 

Kini, koleksi Library of Congress telah mencapai 164 juta item, termasuk lebih dari 38,6 juta buku dan material tercetak lain yang sudah dikatalogisasi dari 470 bahasa; dan lebih dari 70 juta manuskrip. 

Jumlah tersebut menjadikannya sebagai perpustakaan terbesar di dunia.

Wednesday, 21 March 2018

Fenomena 'Hari Tanpa Bayangan' Bikin Matahari Lebih Terik, Apa Dampak Lainnya?
Okezone.com - Pada 21 Maret 2018, matahari tepat berada di atas equator. Saat tengah hari, matahari hampir tepat di atas kepala (titik zenith).

Ketika itu, tugu atau objek yang berdiri tegak di equator akan tampak hampir tidak memiliki bayangan. Fenomena ini diprediksi akan terjadi kembali pada 23 September 2018.

Presentasi Dr. Rhorom Priyatikanto, Peneliti Pusat Sains dan Antariksa (Pussainsa) LAPAN seperti diumumkan akun Twitter @LAPAN_RI menjelaskan bahwa fenomena ini memiliki dampak.

Dampak tersebut antara lain matahari akan lebih terik (~9%) dibandingkan saat solstice (titik balik matahari). Dampak lainnya terkait mulai terjadinya perubahan musim di wilayah Indonesia.

Fenomena ini juga tidak menimbulkan perubahan percepatan atau gaya gravitasi Bumi atau matahari.

Ia juga mencatatkan pohon rindang tetap akan memiliki bayangan. Sebelum dan setelah tengah hari, tugu akan kembali memiliki bayangan.



Hari nir bayangan tidak hanya terjadi di Pontianak atau kota-kota yang dilewati garis ekuator saja, melainkan berpotensi terjadi di kota-kota yang berada di antara 23,4 Lintang Selatan dan 23,4 Lintang Utara.

Selain di Pontianak, kota lain seperti Bonjol, Bontang, Riau, Parigi Moutong, Kepulauan Kayoa, Amberi, dan Gebe yang juga dekat dengan equator, mengalami hari tanpa bayangan pada hari yang sama.

Kota lain di Indonesia juga dapat mengalami fenomena ini, yakni saat matahari transit/kulminasi atau berada di atas kota seperti Denpasar 26 Februari dan 16 Oktober.

Baca juga: Puncak 'Hari Tanpa Bayangan' Jatuh pada Pukul 11.50 WIB

Kota lainnya seperti Jakarta pada 5 Maret dan 9 Oktober, Belitung pada 13 Maret dan 1 Oktober, serta Sabang pada 5 April dan 8 September.

Baca juga: Indonesia Bakal Hadapi Hari Tanpa Bayangan pada 21 Maret

Peristiwa ini terjadi karena Bumi beredar mengitari Matahari pada jarak 150 juta kilometer dengan periode sekitar 365 hari. Garis edar Bumi berbentuk agak lonjong, sehingga Bumi kadang bergerak lebih cepat dan kadang bergerak lebih lambat.

Bidang edar Bumi disebut sebagai bidang ekliptika. Bidang ini miring sebesar 23,4 derajat terhadap bidang equator Bumi. Karenanya, Matahari tampak berada di atas belahan Bumi utara selama sekira setengah tahun dan berada di atas belahan Bumi selatan setengah tahun sisanya.
Guillermo Haro, Astronom Meksiko yang Temukan Gelombang Kejut
Liputan6.Com - Hari ini Google Doodle merayakan hari lahir Guillermo Haro. Pria kelahiran Kota Meksiko ini memiliki kisah yang terbilang 'ajaib'. Sebab, awalnya ia adalah seorang ahli filsafat dan hukum yang kemudian menjadi ahli bintang alias astronom.

Di era 1940-an, Haro menginvestigasi konstelasi Orion dari Observatorium Tonantzintla untuk menemukan bintang-bintang muda. Di sana juga, ia menemukan sebuah objek angkasa yang ganjil.

Richard Schwartz dari Universitas Missouri akhirnya mengungkap objek langit yang ditemukan Haro adalah gelombang kejut interstellar.



Secara teori ilmiah, gelombang-gelombang kejut tersebut dikeluarkan dari bintang-bintang muda, dan bergerak ratusan kilometer per detik dari mereka. Butuh puluhan tahun bagi para ahli untuk menjelaskan fenomena itu.

Penemuan Haro mengejutkan kalangan ahli bintang, sebab mereka tidak menyangka akan memberikan pergerakan keluar (outflow motion) dari bintang itu.

Berkat penemuan Haro, para peneliti pun dapat mempelajari kelakuan unik dari para bintang-bintang muda di angkasa luar

Objek itu kemudian dinamakan Herbig-Haro. Herbig sendiri adalah ahli astronomi yang juga mempelajari objek itu di California, bersamaan dengan Haro di Meksiko.

Selain itu, ada juga Galaksi Haro, yakni sebuah tipe galaksi yang mengeluarkan emisi yang sangat kuat di wilayah spektrum biru dan violet mereka.

Galaksi Haro seringnya berbentuk eliptis dan lentikular. Sang penemu menemukan galaksi ini pada 1956 di Observatorium Tonantzintla.